menuju gemar rapi
- Yasmin Amini
- Mar 7, 2020
- 3 min read
Saya orang yang memiliki banyak keinginan dengan energi yang terlalu besar untuk disia-siakan. Itu pikiran saya terhadap diri saya. Jadilah saya mengikuti banyak kegiatan untuk menggali, mencari makna dan nilai diri. Oh wahai jiwa muda bergelora. Pada suatu hari Ibu main ke kos saya, bertepatan saya masih banyak kegiatan dan ujian. Jadilah meja belajar saya berjejal buku dan alat tulis. Saya tipe yang nyaman sekali kalau semua barang itu terlihat di mata dan mudah dilihat sehingga mudah untuk ditemukan, jadi posisi barang itu terjembreng tidak rapi (menurut ibu). Menurut saya itu hal normal, namanya juga masih sekolah dan lagi hectic pasti begitu. Ini itu masih rapi ya, gerutu saya dalam hati.
Tapi saya tersentil dengan pernyataan Ibu, “Begini letak barang-barangmu menandakan pikiranmu itu sedang ruwet karena banyak yang dipikirkan, sehingga seolah butuh ruang seluas ini hanya agar semua barangmu terlihat.” Ibu saya ini pada dasarnya adalah pribadi yang rapi, rajin, dan teliti ditambah beliau mengenyam pendidikan doktornya di Jepang banyaklah referensi beliau. Convenience dan berorientasi lingkungan adalah hal yang paling Ibu saya sukai dari Jepang. Saya banyak berpedoman pada beliau dalam hal berbenah maupun filosofi hidup. Ibu saya benar, saya suka menyimpan barang dengan cara mengumpulkannya di kontainer khusus berdasarkan fungsinya masing-masing. Dan buku lebih suka saya berdirikan agar judulnya terlihat. Seharusnya tidak seperti ini behave saya (menjembrengkan buku kemana-mana). Ada yang keliru pada diri saya.
Mulai saat itu saya mulai menyadari, yang saya hadapi adalah stres namun respon yang saya berikan terlalu impulsif demi mencari pelarian stres. Saya terlalu memfokuskan pencarian di luar diri saya, saya mencoba mencari insight dan semangat dari luar. Ya, sebenarnya sederhana saja karena saya tahu benar saya orang yang ekstrovert sehingga kalau cari energi ya dari luar. Saya gembira dan bersemangat saat berkegiatan diluar, serasa energi tidak ada habis-habisnya, saya puas dan baik-baik saja sebenarnya. Sungguh pikir saya saat itu, “Ya Alhamdulillah dong”. Ternyata faktanya, terlalu fokus mencari keluar untuk dimasukkan ke dalam itu tidak banyak membantu mengurai stres di dalam diri. Kita tetap perlu bertekur dengan diri sendiri, seekstrovert apapun kita. Saya menjadi lebih tenang setelah saya berdiam diri dan tidak memikirkan apapun, lalu mengamati dan menyerap energi dari sekitar saya. Menikmati sekitar bergerak seolah pusatnya adalah saya.
Saya suka berpetualang dalam membaca buku. Misi saya selama berdiam diri tersebut yaitu menemukan apa yang keliru pada diri saya. Saat berdiam diri dan membaca itulah membawa saya berkenalan dengan minimalis Fumio Sasaki, berbenah ala skandinavia, dan metode Konmari. Mulai saat itulah saya mulai menekuni berbenah.
Konmari membawa saya pada Gemar Rapi. Buku tentang Konmari saya lahap semua. Begitulah sampainya saya membaca karya Mbak Nikmah dan sampai pada Gemar Rapi. Setelah membaca buku Gemar Rapi, wah mana ini tips berbenahnya kok tidak ada, kok masih sneek peek, dan secara umum. Saya pikir setelah membaca buku itu saya mendapatkan guidance yang lebih detail. Mana nih, mana nih, saya tidak sabar, haha. Kehausan saya itulah yang memotivasi mencari pelatihan gemari dan alhamdulillah ada seorang kawan yang pernah mengikuti gemari di batch kedua dan merekomendasikan saya untuk ikut. Yang sebenarnya baru saya ketahui kalau ternyata ada kelas onlinenya.
Melalui gemar rapi ini saya ingin mendapatkan dan berbagi energi berbenah yang lebih besar lagi. Energi yang dipusatkan dan konstruktif, saya yakin akan berdampak besar pula. Pastinya dalam gemar rapi saya berharap mendapatkan tuntunan dan referensi berbenah yang mengasyikkan. Sungguh teman-teman berbenah itu mengasyikkan apalagi kalau bersama-sama. Pun kebiasaan di rumah saya ini ada beberapa yang ingin saya bagi. Ibu saya sudah membiasakan keluarga kami untuk memilah sampah, membuang segala kemasan dalam keadaan bersih (tidak ada sisa produk dalam kemasan), membersihkan perabotan dengan baik dan benar, serta masih banyak hal lain.
Berbenah adalah bentuk usaha sekaligus kepasrahan hidup saya pada pemilik semesta dan semua barang titipanNya. Berbenah hanyalah misi menuju kehidupan yang bermakna dan menyenangkan dimulai dari rumah tercinta. Hanyalah misi karena memang hal kecil, namun hasilnya amat lebih besar dari sekedar “hanyalah”.
Comments